Jumat, 21 Januari 2011

Injeksi

PRAKTIKUM FORMULASI SEDIAAN STERIL


INJEKSI
            Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan (Ansel, 1989).
            Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, hal 36).
            Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi atau mensuspensikan sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Anief, hal 190).
            Menurut USP, sediaan obat suntik dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Larutan obat siap untuk disuntikkan
2. Zat padat kering yang dinyatakan dengan istilah “untuk disuntikkan” yang telah ditambahkan pelarut yang sesuai berupa larutan yang memenuhi syarat obat suntik.
3. Suspensi steril, berupa zat padat yang disuspensikan dalam Pembawa yang sesuai, yang tidak boleh disuntikkan ke dalam pembuluh darah atau ke dalam sumsum tulang belakang.
4. Zat padat kering, yang dinyatakan sebagai “steril” untuk disuspensikan yang telah ditambahkan zat pembawa yang sesuai, yang memberikan bahan-bahan yang memenuhi syarat untuk suspensi steril.
5. Emulsi dari cairan dalam lengkungan cairan untuk disuntikkan.
(Pjide, hal 82)
            Selain dari pada itu sediaan obat suntik dapat dibagi beberapa kelompok, yaitu:
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya vitamin C
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya  Injeksi kamper.
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya Injeksi Phenobarbital.
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya Injeksi Calciferol.
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya Injeksi bismuth subsalisilat.
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%.
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air.
(Lukas, hal 39-41)

Contoh Formula:
1. Rancangan Formula:
Bahan
Fungsi

Clindamycin Phosphate equivalent
Zat aktif

Dextrose anhydrous
Pengisotonis

Disodium edetate
Pengkhelat

Hydrochlorid acid
Pengukur pH

Sodium hidroxide
Pengatur pH

Water for Injection
Pelarut


2. Alasan Penambahan Bahan
a. Clindamycin Phosphate
            Zat ini merupakan antimikroba penghambat sintesis protein (Mycek, 1991). Dosis untuk pemberian secara IM atau IM digunakan larutan klindamisin fosfat 100 mg/mL dalam ampul berisi 2 dan 4 mL (Tonu, 2007) Clindamisin berfungsi sebagai antimikroba yang efektif untuk beberapa injeksi genus oleh kuman yang peka, yaitu sepsis, infeksi sendi, dan tulang, intraabdominal, pelvis, saluran napas bawah (terutama oleh kuman anaerob), uretritis oleh C. trachomatis kulit dan jaringan lunak (Tanu, 2007).
            Clindamisin fosfat stabil pada suhu tidak melebihi 30oC (British Pharmacopoeia, 2009). Konsentrasi yang biasa digunakan 95-102% (substansi anhidrat) (British Pharmacopoeia, 2009). Zat ini efektif pada pH 3,5-4,5 (British Pharmacopoeia, 2009) atau 5,5 – 7,0 (menurut USP 30).
            Pada Umumnya sama dengan eritromisin, mekanisme kerja Clindamisin adalah makrolid mengikat secara irreversibel pada tempat sub unit 50 s ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesis protein. Obat ini secara umum bersifat bakteriostatik dan dapat bersifat bakterisidal pada dosis tinggi (Mycek, 2001).

b. Dextrose anhydrous
            Dextrose anhydrous merupakan senyawa gula yang tergolong dalam karbohydrat (artikata.com, 2010) yang berfungsi sebagai tonisitas/ pengisotonis (Oside, 2009). Dextrosa memiliki stabilitas yang baik di bawa kondisi penyimpanan kering. Konsentrasi yang digunakan 4-5%  (Djide, 2009). Dextrose efektif pada larutan 5,9 (10% w/v dalam larutan) (Rowe, 2006).
            Penambahan dextrose dimaksudkan karena formula yang akan dibuat yaitu injeksi klindomisin dalam 5% dextrosa, oleh karena itu digunakan dextrosa anhydrous sebagai pengatur tonisitas/ Pengisotonis, sebab untuk penyuntikan (secara parenteral) sebaiknya larutannya dalam keadaan isotonis (jika suatu larutan konsentrasinya sama dengan konsentrasi dalam sel darah merah) (Djide, 2009 dan Lukas, 2006).

c. Disodium EDTA
            Disodium EDTA merupakan senyawa yang membentuk khelat dengan ion logam (kamus online, 2010) dan berfungsi sebagai pengkhelat (Rowe, 2006). Garam edetat lebih stabil daripada asam edetic. Namun, disodium edetate dihidrat akan kehilangan air dari kristalisasi bila dipanaskan hingga 20oC. Disodium edetat bersifat higroskopis dan tidak stabil ketika terkena kelembapan (Rowe, 2006). Konsentrasi yang biasa digunakan 0,01 – 0,05 % (Djide, 2009) ; 0,00368 – 0,05 % (Lachman, 2008) dan pH efektifnya 4,3 – 4,7 (1% w/v larutan bebas CO2) (Rowe, 2006).
            Pengkhelate digunakan untuk mengatasi adanya logam yang mengganggu zat aktif sehingga logam tersebut dikelat dengan adanya Na.EDTA (Rahminotes.blogspot.com, 2010).

d. Hydrochloric Acid
            Hidrochloric acid merupakan larutan aquatik dari gas hidrogen klorida (wikipedia, 2010). Fungsi dan penggunaan senyawa ini adalah sebagai acidifyng agent (Rowe, 2006). Senyawa ini stabil pada suhu dibawah 30oC (Rowe, 2006). Konsentrasi yang biasa digunakan 0,1 N dan efektif pada pH 1-2 (Wikipedia, 2010); pH 0,1 (10% v/v larutan encer) (Rowe, 2006).
            Asam klorida digunakan untuk mengatur pH sediaan. Jika pH sediaan terlalu tinggi maka dapat ditambahkan asam klorida untuk menurunkan pH.

e. Sodium Hydroxide
            Merupakan unsur logam umum dari kelompok alkali, di alam selalu terjadi penggabungan, seperti dalam garam dapur, dll (kamus online, 2010). Fungsi penggunaan senyawa ini adalah sebagai alkalizing agent, pendapar (bufferina agent) (Rowe, 2006). Senyawa ini bersifat higroskopis (Rowe, 2006) dan biasa digunakan pada konsentrasi 0,1 N. Senyawa ini memiliki pH yang efektif 12 (0,05% w/w larutan encer), pH = 13 (0,5% w/w larutan encer), pH=14 (5% w/w larutan encer) (Rowe, 2006).
            Natrium hidroksida digunakan untuk mengatur pH sediaan, jika pH tersebut terlalu rendah maka dapat ditambahkan natrium hidroksida untuk menaikkan pH.

f. Water for Injeksion
            Water of Injection adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Lukas, 2006). Fungsi dan penggunaannya yaitu sebagai pelarut dan pembawa air untuk obat suntik (Lukas, 2006). Air secara kimiawi stabil dalam semua keadaan fisik (es, cair, dan uap) (Rowe, 2006). Air efektif pada pH 5,0-7,0 (Lukas, 2006).
            Water for Injection dibuat karena digunakan untuk sediaan steril yang membutuhkan air steril yang tidak mengandung logam-logam Cu, Fe, Pb, zat pereduksi, bebas pirogen, tak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, steril dan cairan jernih (Lukas, 2006).

3. Perhitungan
a. PTB (Penurunan Titik Beku)

w = (0.52 – a)
            b

Dik: PTB Clindamycin phosphate : 0.04 untuk 1% (FI IV hal 1247)
PTB Disodium edetate           : 0.13 untuk 1% (FI IV hal 1242)
PTB Dextrose 5%       : 0.51 untuk 5% (FI IV hal 1241)
Kadar Clindomycin phosphate           : 150 mg/mL = 0.15 g/100 mL = 15%
Kadar disodium edetate         : 0.04 mg/ mL = 0.0004 g/100mL = 0.004%
Penyelesaian:
a1 = Clindomycin phosphate = 0.04 x 15 = 0.6o (untuk 15%)
a2 = Disodium edetate = 0.15 x 0.004 = 0.00052o (untuk 0.004 %)
b = 0.51
Jawab:
 w = 0.52 – (a1 + a2)
            b
     = 0.52 – (0.6 + 0.00052)
                        0.51
     = - 0.158 % (g/mL) = larutan hipertonis

b. Kesetaraan NaCl
Dik:
E Clindamycin phosphate : 0.08 (FI IV, hal 1247)
E disodium edetate     : 0,23 (FI IV hal 1242)
E dextrosa       : 0.18 (FI IV hal 1241)
Dextrosa 5% ~ 0.45% NaCl
Penyelesaian:
a.       Hitung Jumlah NaCl dalam gram yang diperlukan untuk membuat larutan isotonik (0,9% b/v) yang volumenya ditentukan dalam formula
20 mL x 0.9% = 0.8 g NaCl
b.      Efek tonik masing-masing bahan
1)      Clindamycin phosphate
150 mg/mL x 20 mL = 3 g
1 gram clindamycin phosphate ~ 0.08 g NaCl
3 gram clindamycin phosphate ~ 0.24 g NaCl
2)      Disodium Edetat
0.04 mg/mL x 20 mL = 0.8 mg/mL = 0.0008 gram
1 gram disodium edetate ~ 0.23 g NaCl
0.0008 g disodium edetate ~ 0.000184 g NaCl
Jumlah efek tonik seluruh bahan = 0.24 g + 0.000184 g = 0.240184 g
3)      Pengurangan NaCl diperlukan dengan yang diwakili oleh bahan-bahan = jawaban jumlah NaCl dibutuhkan – Jumlah kesetaraan bahan terhadap NaCl
= (0.18 – 0.240184) g
= - 0.060184 g
4)      Jika suatu zat selain NaCl digunakan untuk pengisotonis, maka jumlah NaCl pada langkah (3) dibagi E zat yang digunakan.
Dalam formula diperlukan dextrose bukan NaCl, jadi:
= - 0.060184 g = - 0.334 g (larutan hipertonis)
      0.18

4.   Cara Kerja
a.       Sterilisasi Ruangan
b.      Penimbangan
c.       Pengenceran
d.      Pembuatan pengatur pH (jika diperlukan)
e.       Clindamycin phosphate sebanyak 4 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1. Zat aktif dilarutkan dengan 4 mL air steril (WFI)
f.       Dilarutkan dextrose anhydrous 1.3 gram dengan 2 mL WFI dalam erlenmeyer 2, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1.
g.      Ditambahkan disodium edetate 1.032 mg (diambil dari pengenceran sebanyak 4 tetes) ke erlenmeyer 1
h.      Ditambahkan WFI sebanyak 15 mL
i.        Dicek pH dan bila diperlukan genapkan pH (5.5 – 7.0) digunakan HCl 0.1 N jika pH yang diperoleh terlalu tinggi (HCl menurunkan pH) dan NaOH 0.1 N jika pH yang diperoleh terlalu rendah (NaOH menaikkan pH).
j.        Larutan zat di dalam erlenmeyer disaring ke dalam gelas ukur 50 mL yang telah disiapkan melalui corong dengan kertas saring (dibasahi dengan WFI 0.5 mL)
k.      Kekurangan WFI dipakai sedikit demi sedikit untuk membilas erlenmeyer lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut kemudian disaring lagi ke dalam gelas ukur yang telah berisi filtrat larutan hingga volume total seluruh larutan yaitu 25.8 mL.
l.        Dipersiapkan spoit penyaring bakteri, sediaan dimasukkan ke dalam spoit. Sebelum dimasukkan dilakukan cek pH lagi untuk memastikan pH sediaan.
m.    Sediaan diisikan ke dalam wadah ampul dengan memperhitungkan volume terpindahkan sesuai yang tertera pada farmakope yaitu 2.15 setiap ampul.
n.      Sebelum dilakukan penutupan dilakukan distomen atau dispul jika perlu, yaitu dialirkan uap air, yang akan membilas ke bawah sisa-sisa tetesan larutan obat suntik yang memungkinkan menempel pada leher wadah (Djide, 2009).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar